Rabu, 18 Januari 2023 22:07

Masyarakat Adat Rampi Luwu Utara Kukuh Tolak Tambang PT. Kalla Arebamma dan SCM

Editor : Nurdin Amir
Masyarakat adat Rampi, Luwu Utara gotong royong membangun posko penolakan tambang. @Jejakfakta/DokKATA Sulsel
Masyarakat adat Rampi, Luwu Utara gotong royong membangun posko penolakan tambang. @Jejakfakta/DokKATA Sulsel

Penolakan kehadiran perusahaan tambang merupakan hasil musyawarah khusus adat yang diikuti 7 komunitas adat yang ada di Kecamatan Rampi. Perusahaan ini mendapatkan izin konsesi seluas 12.010 hektar didalamnya terdapat kebun, sawah bahkan perkampungan masyarakat.

Jejakfakta.com, Luwu Utara - Masyarakat Adat Rampi, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan kukuh menolak hadirnya pertambangan di wilayah tanah adat.

Untuk menguatkan perlawanan penolakan tambang, masyarakat gotong royong membangun posko penolakan tambang. Pembangunan posko dimulai sejak Desember 2022 lalu.

"Saat ini, Masyarakat Adat Rampi, sedang perjuang mempertahankan wilayah adat dan wilayah kelola mereka dari ancaman industri ekstraktif pertambangan," tulis Koalisi Advokasi Tambang (KATA) Sulsel, Jumat (6/1/2023).

Baca Juga : Pertumbuhan Ekonomi di Sulsel Meningkat 5,09 Persen, Nugroho Wahyu: Dipengaruhi Impor Barang Bekas Cakar

Di Kecamatan Rampi dan Seko, PT. Citra Palu Mineral (SCM), mengantongi izin Kontrak Karya seluas 23.629 hektar, sementara untuk PT. Kalla Arebamma, mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi seluas 12.010 hektar di Rampi dan 6.812 hektar di Seko.

Masyarakat adat Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang sejak awal menyatakan menolak perusahaan tambang.

Sikap ini ditegaskan sehubungan perusahaan tambang PT Kalla Arebama mulai memobilisasi alat berat ke wilayah Kecamatan Rampi, Luwu Utara, Minggu, 16 September 2022 lalu.

Baca Juga : 51 Desa Wisata Sulsel Masuk 500 Besar Anugerah Desa Wisata Indonesia Kemenparekraf

Masyarakat yang mengetahui kedatangan alat berat kemudian bersikap dan meminta peralatan tambang tersebut agar tidak masuk ke wilayah Kecamatan Rampi.

“Tak boleh alat berat dibawa ke wilayah Rampi terutama untuk kepentingan pertambangan. Kami sudah menyampaikan penolakan atas rencana pertambangan di Rampi. Keputusan itu sudah bulat dan harus dihormati oleh siapa pun,” tegas Ramon, Ketua Umum Ikatan Pelajar Mahasiswa Rampi (IPMR), kepada media, Jumat (21/10/2022).

Masyarakat di dataran tinggi Tokalekaju ini menyatakan tidak akan membiarkan perusahaan tambang masuk ke Rampi. Termasuk, PT Kalla Arebamma yang menambang emas di biji besi di Rampi dan Seko.

Baca Juga : Resmikan RPH di Gowa, Mentan SYL: Bisa Menunjang Kebutuhan Daging Sapi di Sulsel

Mereka punya alasan, perusahaan tambang akan merusak lingkungan, kelangsungan potensi sumber daya alam, bencana alam, dan konflik sosial masyarakat.

 7 Komunitas Adat Menolak Tambang PT. Kalla Arebamma

Baca Juga : Juara Umum, MTsN 1 Kota Makassar Raih 91 Medali di Ajang Olimpiade Nusantara 2023

Seperti diberitakan sebelumnya, penolakan kehadiran perusahaan tambang merupakan hasil musyawarah khusus adat yang diikuti 7 komunitas adat yang ada di Kecamatan Rampi.

Musyawarah ini dilakukan di Desa Onondowa pada 12 September 2022 di rumah adat Kantongkoana Adat Woi Rampi yang hasilnya seluruh komunitas menolak tambang PT. Kalla Arebamma.

Perusahaan ini mendapatkan izin konsesi seluas 12.010 hektar yang terbagi dalam tiga blok. Di dalam wilayah konsesi, terdapat kebun, sawah bahkan perkampungan masyarakat.

Baca Juga : Bupati Andi Utta Bersama Gubernur dan Beberapa Kepala Daerah Kunker ke Australia

Sebagian wilayah yang masuk dalam konsesi adalah kawasan hutan yang belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Kalau wilayah Rampi ditambang, maka keberadaan hutan dan sungai akan mengalami kerusakan yang akan berujung pada bencana. Ada empat sungai yang hulunya berada di Rampi seperti Balease, Lariang, Poso dan Kallaena,” ungkap Taufik Parende dari Koalisi Advokasi Tambang (KATA) Sulawesi Selatan.

"Olehnya itu, penolakan masyarakat adat Rampi adalah hal yang sangat wajar, dan itu demi menjaga kampung, lingkungan dan hutan dari ancaman kerusakan. Perusahaan tambang tak boleh memaksa karena bisa terjadi konflik yang tidak kita inginkan," tambah Taufik.

Proses penerbitan izin PT. Kalla Arebamma dilakukan tanpa partisipasi dari masyarakat Rampi. Masyarakat tak pernah diberikan informasi yang lengkap terkait rencana pertambangan perusahaan, masyarakat juga tidak pernah dimintai persetujuan dan tidak pernah diperlihatkan apalagi diberikan dokumen perizinanya.

“Dari awal, perusahaan ini tak pernah melakukan sosialisasi dan konsultasi publik kepada masyarakat adat. Bahkan sampai hari ini masyarakat tak pernah diperlihatkan atau dijelaskan tentang rencana pertambangan yang akan dilakukan oleh perusahaan PT. Kalla Arebama,” tambah Ramon.

Ramon menegaskan, Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara dan Provinsi Sulawesi Selatan harus melindungi Masyarakat Adat Rampi.

Apalagi di Kabupaten Luwu Utara ada Peraturan Daerah Nomor 02 tahun 2020 tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat di Luwu Utara. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

#Masyarakat Adat Rampi #Penolakan Tambang #Wilayah Tanah Adat #PT Kalla Arebama #Sulawesi Selatan
Youtube Jejakfakta.com