Jumat, 25 November 2022 10:21

Apalah Mubarak, Pria Tak Berpunya, Akhirnya Beristri Cantik Kaya Raya

Ilustrasi busana muslimah. (Grid.id)
Ilustrasi busana muslimah. (Grid.id)

“Maaf, Tuan. Engkau hanya memerintahkanku untuk menjaganya, bukan mencicipi. Aku tidak ingin mengkhianatimu.”

Ini kisah Nuh bin Maryam, seorang hakim dan pemimpin kaya raya, tetapi menjodohkan putrinya dengan seorang budak tak berpunya bernama Mubarak.

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Ghazali Ath Thusi An Naysaburi Al Faqih Ash Shufi Asy Syafi’i Al Asy’ari atau dikenal Imam Al-Ghazali mengisahkan Mubarak dalam kitab At-Tibrul Masbûk fî Nashîhatuil Mulûk.

Melansir NU Online, dikisahkan, di sebuah kota bernama Marw, Persia, terdapat seorang pria bernama Nuh bin Maryam. Ia merupakan seorang hakim dan gubernur di kota itu.

Baca Juga : Hati-hati Ketika Dipuji Orang, Baca Doa Ini

Sudah tentu dia juga seorang ulama karena kualifikasi hakim zaman dulu mengharuskan demikian. Ia juga dikenal sebagai sosok yang kaya raya.

Nuh memiliki seorang putri berparas cantik dan memiliki karier yang bagus. Karena putrinya sudah perawan dan memasuki usia untuk menikah, Nuh berencana mulai mencarikannya pasangan.

Banyak laki-laki kaya dan berpangkat tinggi datang untuk melamarnya. Namun, semua itu justru membuat Nuh bingung dan tidak terburu-buru memilih. Hemat dia, jika memilih salah satu lelaki itu, khawatir yang lain akan tersinggung.

Baca Juga : Takut kepada Allah akan Kelihatan 7 Hal

“Aku bingung, kalau pilihkan salah satu dari mereka, nanti yang lain akan tersinggung,” keluhnya.

Nuh terus dalam kebingungan, sementara putrinya sudah harus secepatnya dinikahkan karena sudah memasuki usia harus berumah tangga.

Jejak "Hati" Calon Menantu

Baca Juga : Penciptaan 7 Langit: Nama dan Jenisnya

Dikisahkan, Nuh memiliki seorang budak laki-laki yang sangat bertakwa berkebangsaan India bernama Mubarak. Ia adalah pria miskin yang tidak punya apa-apa.

Nuh memiliki kebun yang sangat luas yang ia tanami berbagai macam pohon, buah-buahan, dan aneka tumbuhan. Ia menugasi Mubarak untuk merawatnya. Hingga satu bulan berlalu, Nuh meminta Mubarak untuk memetikkan segenggam anggur untuknya.

“Wahai Mubarak, petikkan aku segenggam anggur.”

Baca Juga : Cara Mengetes Calon Saksi Persidangan ala Umar bin Khattab

“Baik, Tuan. Segera saya ambilkan,” jawab Mubarak patuh.

Setelah segenggam anggur ia dapatkan, Mubarak memberikan kepada tuannya.

Semua anggur yang ia petik ternyata masam. Nuh pun menyuruhnya memetik seganggam lagi.

Namun hal serupa terjadi, semua anggur masam.

Nuh heran dan berkata kapada budaknya, “Mubarak, dari anggur sebanyak ini, kenapa kamu tidak bisa membedakan mana yang manis dan mana yang masam?!”

“Maaf, Tuan. Aku benar-benar tidak tahu mana yang manis dan mana yang masam,” jawab Mubarak.

“Kau ini bagaimana?! Sudah satu bulan penuh kau mengurus kebun ini, tapi membedakan jenis anggur saja tidak bisa.”

“Benar, Tuan. Aku memang tidak bisa membedakan rasanya.”

“Kau kan bisa mencicipinya agar tahu mana yang manis dan mana yang masam.”

“Maaf, Tuan. Engkau hanya memerintahkanku untuk menjaganya, bukan mencicipi. Aku tidak ingin mengkhianatimu.”

Mendengar jawaban Mubarak, Nuh tertegun dan tahu bahwa budaknya adalah lelaki yang cerdas dan memiliki moral luhur.

“Wahai anak muda, aku sangat senang dengan prinsipmu. Sekarang aku punya satu perintah untukmu.”

“Apapun perintahnya, akan aku turuti, Tuan.”

“Aku punya putri yang sangat cantik. Sudah banyak laki-laki penting dan kaya raya yang datang untuk melamar, tapi belum juga aku menentukan pilihan. Apakah kamu punya saran untukku?”

Mubarak lalu menjawab: "Dalam memilih menantu, dulu orang-orang kafir zaman jahiliah melihat siapa orangtuanya, bagaimana reputasinya, seperti apa rumahnya, dan berapa besar kekayaannya. Sementara umat Yahudi dan Nasrani melihat sejauh mana kecantikan dan kemolekannya. Pada zaman Rasulullah sendiri, yang jadi pertimbangan adalah kualitas agama dan ketakwaannya. Pada zaman kita sekarang, kekayaan menjadi prioritas utama. Silakan, tuan pilih di antara empat ini."

Nuh pun menanggapi, “Wahai pemuda, aku lebih memilih calon menantu yang agamanya kokoh, bertakwa, dan amanah. Sebab itu, aku ingin kau yang menjadi menantuku. Aku sudah menemukan kebiakan dalam dirimu. Agamamu kokoh dan moralmu luar biasa.”

“Tapi, tuan, aku hanya seorang budak India berkulit hitam yang dulu engkau beli. Kenapa sekarang justru tuan ingin mengangkatku sebagai menantu?” jawab Mubarak setengah tidak percaya. Ia hanya bisa mematuhi kemauan tuannya.

Nuh akhirnya menyampaikan niatnya kepada istri untuk berembug.

“Suamiku, semua keputusan ada di tanganmu. Tetapi, aku akan sampaikan dulu hal ini kepada putri kita. Aku ingin mendengar jawabannya dulu,” kata sang istri.

Setelah mendengar tawaran itu, putri mereka menyerahkan pilihan kedua orang tua.

“Jika hal ini sudah menjadi keputusan ibu dan bapak, aku akan mematuhinya. Aku tidak akan pernah menentang perintah kalian berdua.”

Mubarak pun menikah dengan putri Nuh bin Maryam. Dari kedua pasangan ini kemudian lahir Abdullah bin Mubarak yang kelak menjadi seorang ulama besar. Ia dikenal sebagai seorang ‘alim yang zuhud dan banyak meriwayatkan hadits Nabi. Namanya begitu harum dan sangat familiar dalam dunia intelektual Muslim. (Imam al-Ghazali, At-Tibrul Masbûk fî Nashîhatuil Mulûk, 1988: 122-123).

Wallahu a’lam.


Oleh:

Ustadz Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta.

Tulisan ini tayang di NU Online dengan judul: Ini Kisah Mubarak, Lelaki Miskin yang Dapat Istri Cantik dan Mertua Konglomerat


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

#Imam Al-Ghazali #Nuh bin Maryam #Tips memilih calon menantu #At-Tibrul Masbûk fî Nashîhatuil Mulûk
Youtube Jejakfakta.com