Jejakfakta.com, PALU -- Kebijakan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara untuk memberikan izin tambang kepada organisasi kemasyarakatan (Ormas) menuai kritik publik luas. Salah satunya berasal dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng) yang mendesak Presiden Jokowi segera membatalkan kebijakan tersebut.
Walhi Sulteng minta Presiden Jokowi mencabut pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) khusus ke Organisasi Masyarakat (Ormas) keagamaan yang telah disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024.
Direktur Walhi Sulteng Sunardi Katili menilai pemberian izin khusus ini akan berdampak kepada semakin meluas kerusakan lingkungan.
Baca Juga : Jokowi Masuk Nominasi Pemimpin Terkorup: Doxing Peneliti ICW Picu Sorotan Publik
"Hentikan pemberian IUP kepada Ormas dengan pertimbangan akan semakin meluas kerusakan lingkungan serta dapat memicu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berupa konflik lahan warga dan dapat terjadi konflik horizontal Ormas dengan warga terdampak saat IUP beroperasi," kata Sunardi Katili, dalam keterangan persnya, Jumat (7/6/2024).
Menurut Sunardi, kerusakan lingkugan semakin masif terjadi di kawasan industri pengolahan nikel Indonesia Morowali Industri Park (IMIP) dan Indonesia Huabao Industri Park (IHIP) di Kabupaten Morowali serta Stardust Estate Invesment (SEI) di Kabupaten Morowali Utara.
"Kawasan pertambangan IMIP, IHIP di Morowali dan SEI di Morowali Utara juga pertambangan nikel yang berada di luar kawasan industri pengolahan nikel cukup memberikan fakta-fakta dampak kerusakan lingkungan dan konflik lahan yang terjadi di desa-desa sekitar kawasan maupun konsesi pertambangan diluar kawasan industri," terangnya.
Baca Juga : Catahu Walhi Sulsel 2024: Pesan Keadilan Ekologi untuk Gubernur dan Kepala Daerah Terpilih
Sunardi menyebutkan dampak kesehatan sebagai akibat dari kerusakan lingkungan yang terjadi Kabupaten Morowali Utara. Puskesmas Petasia Kabupaten Morowali Utara mencatat sebanyak 1.750 warga di 10 Desa di Kecamatan Petasia mengalami Inveksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
"Diduga akibat debu batu bara dan debu berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Captive penggerak smelter berbahan bakar batu bara di Kawasan Industri SEI di Morowali Utara dan kawasan industri pengolahan nikel lainnya di Morowali," sebutnya.
Selain Morowali dan Morowali Utara, beberapa daerah kabupaten/kota di Sulawesi Tengah juga terdapat banyak wilayah operasi tambang logam dan mineral, gas serta tambang batu, pasir dan kerikil.
Baca Juga : Jelang Pelantikan Prabowo-Gibran, Perempuan Pesisir Nusantara Desak Cabut PP 26 Tahun 2023
Dari berbagai masalah tersebut, Walhi Sulteng minta Presiden Joko Widodo mencabut kembali Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang merevisi PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang menambahkan pasal 83A tentang penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan guna mengelola tambang.
"Juga meminta agar Presiden Joko Widodo melakukan moratorium izin tambang sekaligus evaluasi perizinan tambang-tambang bermasalah di Indonesia yang berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)," tegasnya.
Sebagai informasi, Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Baca Juga : Walhi Sulsel Minta KPU Sulsel Gaungkan Isu Lingkungan Dalam Pilkada 2024
Dilansir dari salinan resmi PP Nomor 25 yang diunggah di laman resmi Sekretaris Negara, Jumat (31/5/2024) aturan tersebut diteken pada 30 Mei 2023.
Dalam beleid atau regulasi tersebut terdapat aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan keagamaan untuk mengelola pertambangan. Aturan itu tertuang pada Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas.
Pada Pasal 83A Ayat (1) dijelaskan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas dan organisasi keagamaan.
Baca Juga : Aktivis Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Presiden Jokowi Hapus Ketentuan Pasal 3 ayat 4b Perpres 112/2022
Kemudian WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Adapun IUPK dan atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada badan usaha tidak dapat dipindahtangankan dan atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.
Disebutkan bahwa kepemilikan saham ormas maupun organisasi keagamaan dalam badan usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyebut, pemberian izin pengelolaan tambang akan jauh lebih efektif ketimbang ormas tersebut membuat proposal permintaan dana setiap kali diperlukan.
"Ormas itu pertimbangannya itu tadi, karena ada sayap-sayap organisasinya yang memungkinkan (mampu mengelola). Daripada ormasnya setiap hari nyariin proposal minta apa, mengajukan proposal, kan lebih baik dengan sayap bisnis yang rapi dan tetap profesional," ucap Siti.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News