Senin, 20 Februari 2023 02:24

Regulasi tidak Cukup Mencegah Penyelewengan Seleksi Mandiri Masuk PTN

Editor : Herlina
Ilustrasi seleksi masuk perguruan tinggi negeri. (Dok. Jejakfakta.com/Setneg)
Ilustrasi seleksi masuk perguruan tinggi negeri. (Dok. Jejakfakta.com/Setneg)

Sistem pendidikan yang korup dan berlangsung lama butuh upaya yang lebih besar untuk memulihkannya, melalui revolusi sistem pendidikan, tidak bisa hanya dari sisi regulasi saja.

Makassar, jejakfakta.com - Kasus suap yang terjadi pada Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani merupakan puncak gunung es dari sistem pendidikan Indonesia yang korup.

Kasus tersebut menunjukkan penyelewengan dan praktik suap yang sering terjadi di lingkungan perguruan tinggi bukanlah hal baru.

Pengamat pendidikan Indra Charismiadji mengungkapkan bahwa sudah sejak lama terjadi penyelewengan pada pelaksanaan penerimaan mahasiswa baru (PMB) di perguruan tinggi negeri (PTN).

Baca Juga : Daftar PT Diduga Terlibat TPPO Berkedok Magang lewat Ferienjob di Jerman, 7 Kampus dari Makassar

Secara khusus pada jalur seleksi mandiri, potensi korup sangat besar terjadi. Untuk mencegahnya, kata Indra tidak sebatas dengan mengubah regulasi saja.

Sistem pendidikan yang korup dan berlangsung lama butuh upaya yang lebih besar untuk memulihkannya, yakni melalui revolusi sistem pendidikan.

"Gak bisa hanya dari sisi regulasi tapi memang harus revolusi sistem pendidikan nasional kita," ujar Indra dikutip dari mediaindonesia, Minggu (19/2).

Baca Juga : Wakapolri Serahkan Beasiswa kepada 120 Mahasiswa di Makassar

Indra menjelaskan, revolusi dilakukan bukan hanya di lembaga pendidikan tinggi saja. Harus dimulai sejak jenjang pendidikan dasar.

Revolusi yang dimaksud adalah mengembangkan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Lantas, mengubah mindset masyarakat merupakan tantangan terbesar dalam upaya tersebut.

"Gak bisa dimulai di dikti saja, harus mulai di dasar. Tujuan kuliah saja sudah salah kok, gimana mau ada perbaikan," imbuhnya.

Baca Juga : Benarkah Subsidi Pendidikan Dari APBN Pada Masa Orde Baru Sebesar 90%?

Bagi Indra, memperketat regulasi yang ada tidak akan mengubah perilaku korup. Sebab, mindset yang menilai bahwa untuk mencapai kesuksesan harus melakukan suap atau sogok akan terus berkembang atau pun mencari celah dari berbagai peraturan yang ada.

"Kampus di Indonesia ternyata bukan tempat cari ilmu tetapi tempat cari stempel, cari gelar. Kalau masuk kita nyogok kira-kira keluar nyogok juga gak? Pasti nyogok juga kan. Kalau itu terjadi lalu apa yang dia lakukan selama kuliah? Gak ada kan," terangnya.

"Itu kan sangat bertolak belakang dengan konsep pendidikan itu sendiri. Pendidikan kan mengajarkan integritas, kerja keras," sambung Indra.

Baca Juga : Mahasiswa Asal Sulut Ditemukan Meninggal Dunia di Kos, Polisi Tidak Menemukan Tanda-tanda Kekerasan

Sementara itu, konsultan pendidikan dan karier Ina Liem menilai bahwa upaya untuk mencegah korup pada seleksi mandiri masuk PTN sebenarnya sudah ada dan cukup banyak. 

"Sebetulnya dari Kemendikbud-Ristek sudah ada upaya-upaya kesana yaitu meminta transparansi untuk jalur mandiri. Tapi perlu ada audit, tidak hanya dari pemerintah tapi juga dari masyarakat," kata dia.

Di zaman modern yang serba digital, lanjutnya, peran masyarakat atau pun netizen sangat penting. Masyarakat bisa ambil bagian dalam mendorong PTN untuk lebih transparan. Data-data bisa dibuka untuk diketahui publik, termasuk biaya-biaya seleksi atau pun kuliah.

Baca Juga : Dorong Pendidikan Berkualitas, Bunda PAUD Makassar dan Rombongan Sambangi PAUD di Kota Batu

"Mari kita pantau bersama, kita desak PTN untuk lebih transparan. Harusnya ada biaya fix yang tertera di website masing-masing universitas dan jurusan, ada syarat masuk yang jelas, minimal nilai yang diminta jelas," pungkasnya. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

#Seleksi Mandiri #Perguruan Tinggi #Penerimaan Mahasiswa Baru #Revolusi #Regulasi #Pendidikan #Nasional #Korup
Youtube Jejakfakta.com