Rabu, 08 Maret 2023 23:44

Gelar Saraseharan Rakyat, Walhi Sulsel Ajak Berbagai Pihak Percepat Pengakuan dan Perlindungan Wilayah Kelola Rakyat

Editor : Nurdin Amir
Asmar Exwar, Dinamisator Jaring Nusa KTI dalam Sarasehan Rakyat Sulawesi Selatan di Makassar, Rabu (8/3/2023). @Jejakfakta/dok.
Asmar Exwar, Dinamisator Jaring Nusa KTI dalam Sarasehan Rakyat Sulawesi Selatan di Makassar, Rabu (8/3/2023). @Jejakfakta/dok.

Ancaman terbesar dihadapi oleh masyarakat yang hidup di pesisir dan pulau-pulau kecil ialah krisis iklim dan pangan, konversi lahan di pesisir dan pulau-pulau kecil, dan perusakan ekosistem pesisir dan laut.

Jejakfakta.com, Makassar - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan (Sulsel) bekerja sama dengan ECONUSA, Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), Sawit Watch, Walhi, Jaring Nusa, dan Both ENDS menggelar Sarasehan Rakyat Sulawesi Selatan dengan tema 'Kolaborasi dalam Mempercepat Pengakuan dan Pengembangan Wilayah Kelola Rakyat/Masyarakat Adat serta Upaya Perlindungan dan Pemulihan Ekosistem Esensial di Sulawesi Selatan, Rabu (8/03/2023). Sarasehan ini berlangsung sebanyak dua sesi.

Kegiatan yang diselenggarakan di Hotel Sultan Alauddin Makassar ini menghadirkan narasumber pada sesi pertama yakni Asmar Exwar selaku Dinamisator Jaring Nusa KTI, Achmad Surambo sebagai Direktur Sawit Watch, Adam Kurniawan sebagai Manajer Pengembangan Wilayah Kelola Rakyat WALHI, dan Dewi D.P Sutejo selaku Wakil Koordinator Nasional JKPP.

Muhammad Al Amin, Direktur WALHI Sulawesi Selatan, dalam sambutannya menjelaskan bahwa kegiatan ini dilaksanakan atas kekhawatiran banyak pihak terkait dengan tingginya tren kerusakan lingkungan yang sejalan dengan meningkatnya angka bencana, krisis air dan pangan.

Baca Juga : Kartu Merah untuk Jokowi, Walhi Sulsel Nilai Gagal Menangani Krisis Iklim

"Maka pada momentum ini, kami mengajak semua pihak untuk sama-sama berkolaborasi dalam melindungi serta memulihkan wilayah kelola rakyat dan ekosistem esensial di Sulawesi Selatan," ungkap Amin dalam mengawali pendiskusian Sarasehan Rakyat.

Selanjutnya, narasumber pertama diawali oleh Asmar Exwar selaku Dinamisator Jaring Nusa KTI yang mulai menjelaskan bahwa ada beberapa ancaman terbesar yang kini dihadapi oleh masyarakat yang hidup di pesisir dan pulau-pulau kecil ialah krisis iklim dan pangan, konversi lahan di pesisir dan pulau-pulau kecil, dan perusakan ekosistem pesisir dan laut.

"Melihat ancaman yang begitu besar dan dapat berpengaruh tehadap kehidupan nelayan dan perempuan di pesisir serta pulau-pulau kecil, maka seharusnya kita sudah harus memikirkan kerangka dan strategi advokasi yang terintegrasi untuk menjaga dan melindungi wilayah kelola dan ruang laut masyarakat," ujar Asmar Exwar.

Baca Juga : Perempuan Galesong dan Pulau Kodingareng Bertahan Hidup Hadapi Krisis Iklim, Walhi Sulsel Sebut Pemerintah Abai

Setelah penyampaian dari perwakilan Jaring Nusa, selanjutnya ialah Dewi D.P Sutejo selaku Wakil Koordinator Nasional JKPP yang menjelaskan bahwa berbicara soal perlindungan wilayah kelola rakyat artinya berbicara mengenai pentingnya pendataan spasial dan sosial melalui pemetaan partisipatif.

"Namun, perencanaan serta pelaksanaan pemetaan partisipatif ini juga membutuhkan kolaborasi dan kesepahaman bersama dengan pemerintah daerah, desa, dan komunitas masyarakat," ungkapnya.

Pembicara berikutnya ialah Adam Kurniawan selaku Manajer Pengembangan Wilayah Kelola Rakyat Eknas Walhi yang mempertegas bahwa saat ini kami telah menyusung konsep 'Ekonomi Nusantara' sebagai bentuk gerakan ekonomi yang dilakukan langsung oleh komunitas lokal dari berbagai wilayah di Indonesia.

Baca Juga : Timbun Pelabuhan Pakai Slag, Walhi Sulsel Desak Penegak Hukum Tindak Tegas Huadi

"Praktik ini memiliki riwayat kejayaan pada masa lalu dan berorintasi pada pemulihan krisis. Praktik ini juga menekankan keselarasan dan kesatuan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan," tegasnya.

Adapun narasumber terakhir dalam sesi pertama ini yakni Achmad Surambo sebagai Direktur Sawit Watch menjelaskan bahwa terdapat beberapa persoalan sawit utamanya dalam aspek lahan, seperti ketimpangan penguasaan lahan, tumpang tindih perizinan dan penggunaan lahan, dualisme rezim tanah.

"Dan paling utama ialah ketiadaan mekanisme penyelesaian konflik lahan yang memadai. Nah tentu ini menjadi pekerjaan rumah bersama utamanya bagi pemerintah," jelasnya.

Baca Juga : Prapradilan SP3 Kasus Pengrusakan Kawasan Hutan Lindung Pongtorra Diterima, Polda Sulsel Diminta Lanjutkan Proses Penyidikan

Setelah istirahat, sesi kedua pun dimulai. Pada sesi kedua ini ada tiga narasumber yakni Sufri Laude selaku Direktur LP3M, Sardi Razak Ketua AMAN Sulsel, dan terakhir perwakilan dari Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan.

Sufri Laude dalam penyampaiannya menjelaskan bahwa saat ini dunia mengarah pada masyarakat organik atau global organik.

"Untuk mewujudkannya ada empat pilar filosofi yang harus dipertimbangkan pelaku utama, input, potensi serta tantangan, dan kemandirian organik," ungkapnya.

Baca Juga : Dugaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Rutan Polda Sulsel, Keluarga Korban Minta Keadilan

Selain Sufrli Laude, Sardi Razak juga menambahkan bahwa saat ini dalam mengelola alam serta lingkungan kita harus berkaca pada praktik baik dan kearifan masyarakat adat dalam mengelola alam serta lingkungan.

"Ada banyak praktik baik, pengetahuan, serta kearifan masyarakat adat yang harus kita tiru," Sardi. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

#Walhi Sulsel #Sarasehan Rakyat Sulawesi Selatan #Perlindungan #Pemulihan #Ekosistem Esensial #Hak Kelola Rakyat
Youtube Jejakfakta.com