Jejakfakta.com, MAKASSAR -- Permohonan Praperadilan ganti kerugian dan rehabilitasi Minggu Bulu dan Amirullah sebagai korban kriminalisasi yang divonis bebas oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan Kasasi Nomor 714 K/PID/2024 dan putusan kasasi Nomor 724 K/PID/2024, ditolak oleh Hakim tunggal pada perkara Praperadilan tersebut.
“Menolak permohonan ganti kerugian dan rehabilitasi yang diajukan oleh pemohon,” tegas Majelis Hakim, saat membacakan putusan, Selasa (8/10/2024).
Hakim menilai bahwa proses penyidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh Penyidik dan Penuntut Umum telah dilakukan sesuai prosedur yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atas adanya dugaan tindak pidana sehingga proses penyidikan dan penuntutan tersebut telah beralasan menurut undang-undang.
Baca Juga : Protes Mahasiswa Papua di Makassar Direspon dengan Tindakan Represif dan Kekuatan Berlebihan
Adanya putusan yang membebaskan Minggu Bulu dan Amirullah yang sebelumnya telah ditahan selama 14 (empat belas bulan) yang berkonsekuensi pada hilangnya pekerjaan akibat dari penahanan, menunjukkan secara jelas bahwa mereka telah menjadi korban ketidak hati-hatian Penyidik dan Penuntut Umum dalam melakukan penyidikan dan penuntutan. Namun Hakim malah tidak mempertimbangkan sama sekali kerugian akibat penahanan tersebut.
LBH Makassar menilai Hakim yang menangani kedua perkara tersebut sama sekali tidak menaruh kepedulian terhadap kerugian korban.
“Kedua korban telah ditahan selama 14 Bulan, pada akhirnya divonis bebas oleh Mahkamah Agung karena tidak terbukti bersalah, seharusnya ini cukup menjadi bukti bahwa kedua korban telah dirugikan dalam proses hukum selama 14 bulan dalam perkara pidana pemohon sebelumnya,” jelas Hutomo, Koordinator Bidang Hak Sipil dan Politik LBH Makassar, dalam keterangan persnya.
Baca Juga : Tuduhan Lakukan Perusakan Kampus FIB Unhas Tidak Terbukti, 32 Mahasiswa Dibebaskan
Di dalam putusan Hakim hanya mempertimbangkan dan berfokus pada prosedur administratif penyidikan dan penuntutan tetapi tidak melihat kerugian yang dialami kedua korban, sehingga putusan ini sangat jauh dari rasa keadilan bagi korban yang telah ditahan atas tuduhan melakukan tindak pidana, yang tidak terbukti.
“Upaya hukum praperadilan ini merupakan mekanisme pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum terutama penyidik dan penuntut umum. Mestinya Hakim lebih jeli melihat kerugian korban tidak hanya fokus pada prosedur penyidikan dan penuntutan semata,” tambah Hutomo.
Undang-undang tentang pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik telah menegaskan bahwa Negara berkewajiban untuk menjamin mekanisme pemulihan yang efektif (effective remedy) bagi korban pelanggaran hak. Pada pasal 2 ayat (3) huruf a menyatakan:
Baca Juga : Siswi Disabilitas Tuli di SLB Makassar jadi Korban Kekerasan Seksual, Pelakunya Seorang Guru
“Menjamin bahwa setiap orang yang hak-hak atau kebebasan-kebebasannya yang diakui kovenan ini dilanggar maka harus memperoleh ganti rugi yang efektif meskipun pelanggaran tersebut telah dilakukan oleh orang-orang dalam kapasitas kedinasan”.
Putusan ini, kata Hutomo, akan menjadi preseden buruk bagi permohonan ganti kerugian dan rehabilitasi melalui mekanisme Praperadilan. Penyidik maupun Penuntut Umum akan semakin mudah untuk melakukan penyidikan dan penuntutan tanpa kehati-hatian.
"Hanya dengan memenuhi prosedur administrasi, seseorang akan mudah untuk ditangkap dan ditahan kemudian dituntut karena lemahnya ancaman sanksi melalui mekanisme praperadilan ini, jelasnya.
Baca Juga : Tidak Netral di Pilkada, Kasus 3 Oknum ASN di Makassar Naik ke Tahap Penyidikan
Kekecewaan dirasakan oleh korban kriminalisasi Minggu Bulu dan Amirullah, eks buruh PT. GNI yang sebelumnya telah ditahan selama 14 (empat belas bulan). Minggu Bulu menilai penahanannya yang dilakukan tidak berdasar.
“Saya kecewa dengan putusan ini. Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan kerugian kami akibat ditahan selama 14 bulan. Pertimbangan Hakim tidak relevan dengan putusan kasasi yang menyatakan kami tidak terbukti bersalah. Seharusnya putusan ini menjadi bukti bahwa penahanan dan penuntutan terhadap kami tidak berdasar,” ujar Minggu Bulu.
“Saya diputus tidak bersalah oleh Mahkamah Agung, 14 bulan lamanya saya ditahan, saya korban ketidakadilan. Saya kaget mendengar putusan permohonan praperadilan saya ditolak. Ada apa dengan hukum kita saat ini?” sabung Amirullah.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News