Kamis, 25 Mei 2023 08:09

Jejak Berita

Sifilis Melonjak, Homoseksual Mendominasi

Tes Syphilis. (Ist).
Tes Syphilis. (Ist).

Data Kemenkes sebanyak 46 persen terkonfirmasi menderita sifilis adalah perempuan, sedangkan pada kelompok laki-laki mencapai 54 persen. Penderita sifilis paling banyak ditemukan pada laki-laki yang melakukan seks dengan laki-laki sebesar 28 persen.

"Penularan dari seks sesama lelaki masih mendominasi," subjudul liputan khusus Republika Kamis (25/5/2023) yang berjudul Lonjakan Sifilis Meluas.

Dalam laporan tersebut, dikatakan, sejumlah daerah mencatatkan kenaikan tajam penularan dan aduan mengenai penyakit kelamin sifilis atau yang dikenal dengan raja singa. Penularan-penularan itu disebut merebak di kalangan pelaku lelaki seks lelaki (LSL) alias homoseksual.

Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY mencatat peningkatan lebih dari 100 persen tiap tahunnya sejak 2020 lalu hingga 2022. Data ini berdasarkan data Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA).

Baca Juga : Eh Ada Pak Jokowi

Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes DIY Setyarini Hestu Lestari mengatakan, terus naiknya penyebaran sifilis di DIY karena faktor risiko lelaki seks lelaki. Namun, ada juga penyebaran yang disebabkan dari faktor risiko heteroseksual.

"Faktor risikonya (didominasi) LSL walaupun yang heteroseksual juga cukup tinggi, tapi juga LSL cukup meningkat atau terjadi peningkatan," kata Setyarini kepada Republika, Rabu (24/5/2023).

Setyarini memerinci bahwa pada 2020 tercatat kasus sifilis di DIY sebanyak 67 kasus. Namun, pada 2021 meningkat lebih dari dua kali lipat hingga 141 kasus. Pada 2022, kasus sifilis ini kembali meningkat tajam menjadi 333 kasus. Di 2023 ini, sudah terdeteksi kasus sifilis sebanyak 89 kasus.

"Di 2023 sudah di angka 89, artinya ini baru beberapa bulan yang belum sampai setengah tahun sudah 89 kasus. Kalau nanti dikalikan dua saja, (berarti di 2023 bisa sampai) 180-an lah, artinya lebih tinggi dari 2021," ujarnya.

Berdasarkan faktor risiko, pada 2020, kasus sifilis karena LSL mencapai 15 persen. Angka faktor risiko ini meningkat di 2021 menjadi 34 persen, dan pada 2022 sebesar 44 persen kasus sifilis di DIY karena LSL.

"Di 2023 karena masih sedikit, (kasus sifilis) ini didominasi memang dari faktor risiko LSL," ungkap Setyarini.

Sementara itu, terkait dengan kematian kasus sifilis ini di DIY, tercatat rentang usianya dari usia lima tahun hingga 49 tahun berdasarkan data sejak 2020 hingga 2023. "Memang ada peningkatan," tambahnya.

Khusus di Kota Yogyakarta, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta juga menyebut ada peningkatan kasus sifilis. Di 2022 tercatat ditemukan 54 kasus dan hingga Mei 2023 ini sudah tercatat 23 kasus sifilis.

"Kalau yang kenaikan itu sama (di kabupaten lain) di tingkat DIY. Apalagi di Kota Yogyakarta itu orang dari mana-mana," kata Kepala Seksi Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta Endang Sri Rahayu kepada Republika.

Meski begitu, Endang menyebut bahwa seluruh kasus sifilis yang tercatat itu berdasarkan data SIHA yang berbasis fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Dengan begitu, dari kasus yang sudah ditemukan tidak semuanya merupakan warga Kota Yogyakarta.

"Kami punya itu data berbasis faskes di Kota Yogya, yang itu tidak selalu menunjukkan orang Kota Yogya. Tapi, yang jelas, ada di situ dari daerah lain yang mengakses layanan di Kota Yogya," ujar Endang.

Di Jawa Barat, Subkoordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung Agung SKM mengatakan, kasus sifilis di Kota Bandung selama lima tahun terakhir juga mengalami peningkatan. Hal itu juga disebabkan adanya upaya pemeriksaaan yang lebih masif.

Dia menerangkan, pada 2019, jumlah temuan kasus sifilis sebanyak 264 kasus dari pemeriksaan 11.083 orang. Temuan meningkat di 2020 menjadi 300 kasus, dibarengi dengan meningkatkan jumlah pemeriksaan yang menyasar 11.430 orang. Peningkatan juga terjadi pada tahun-tahun setelahnya, 2021 menjadi 332 temuan dari 12.228 pemeriksaan, sedangkan 2022 tercatat 881 kasus dari 30.311 orang yang diperiksa.

"Kalau melihat jumlah, memang bertambah karena kita lebih banyak mencari, jadi temuan itu bertambah karena memang pengecekan dini itu masif dilakukan," ujar Agung saat dihubungi, Selasa (23/5/2023).

Saat ditanya mengenai temuan kasus sifilis yang banyak menyerang ibu hamil, Agung menerangkan bahwa angka ibu hamil yang menderita sifilis di Kota Bandung, berdasarkan data dari Januari-Maret 2022, tercatat sebanyak 0,7 persen untuk positif rate-nya. Meski termasuk rendah, Kota Bandung masih memiliki risiko penyebaran yang tinggi.

"Di Kota Bandung saat ini, kebanyakan penderita adalah populasi kunci, lebih dari 5 persen, dan kalau dibiarkan, Kota Bandung sangat mudah jatuh ke level generalize epidemic (populasi umum, Red)," ungkap Agung. Populasi kunci dalam penyakit menular seksual meliputi kaum homoseksual, transgender, dan pekerja seks.

Untuk itu, Dinkes Kota Bandung terus menggencarkan upaya penjangkauan dengan mencari populasi berisiko untuk diberikan edukasi juga ajakan agar berani memeriksakan diri ke puskesmas, papar Agung. 

Secara lebih lanjut, dia menerangkan bahwa saat ini level penyebaran sifilis di Kota Bandung termasuk pada concentrated epidemic. Artinya, kasus di populasi kunci lebih dari 5 persen. Level itu jauh lebih tinggi dari tingkat low epidemic, yaitu kasus pada populasi kunci kurang dari 5 persen dan tidak ada kasus pada ibu hamil. Sedangkan, generalised epidemic adalah penyebaran kasus pada ibu hamil telah lebih dari 1 persen dan penyebaran pada populasi umum sudah banyak ditemukan.

Menurut Agung, untuk menekan penyebaran, perlu adanya dorongan lebih bagi populasi kunci maupun populasi umum agar berani memeriksakan diri. Dorongan itu, sambung Agung, cukup tersendat karena beratnya stigma yang muncul saat seseorang melakukan pemeriksaan sifilis dini.

"Karena sekarang stigma itu bisa muncul hanya dengan kita melakukan tes, sehingga banyak yang tidak minat tes," ujarnya.

Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat untuk tidak takut dan memberanikan diri melakukan tes HIV maupun sifilis dini untuk mengetahui kondisi dan status kesehatan diri. Dia juga mengingatkan bahwa penderita sifilis masih memiliki harapan sembuh.

"Masyarakat jangan pernah takut tes HIV dan sifilis karena kita harus tahu status kita di mana, karena itu bisa diobati. Sifilis masih bisa disembuhkan," ujarnya.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya menyatakan, 20.783 orang telah terkonfirmasi terinfeksi penyakit sifilis tersebar di berbagai daerah di Indonesia selama tahun 2022. “Kita berfokus pada penemuan kasus dengan melakukan skrining dini sifilis pada level populasi, terutama populasi rentan dan risiko tinggi dengan menggunakan rapid test (tes cepat) yang sudah terstandar dan hasilnya cepat, sehingga bila ditemukan hasil positif dapat segera ditangani,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan data yang dihimpun Kemenkes pada 2022, 46 persen terkonfirmasi menderita sifilis adalah perempuan, sedangkan pada kelompok laki-laki mencapai 54 persen.

Penderita sifilis paling banyak ditemukan pada laki-laki yang melakukan seks dengan laki-laki sebesar 28 persen.

Pada kelompok usia berdasarkan data yang sama, diketahui bahwa 3 persen anak berusia di bawah empat tahun terkena sifilis, diikuti dengan usia 5-14 tahun 0,24 persen, 15-19 tahun 6 persen, 20-24 tahun 23 persen, sedangkan bagi usia di bawah 50 tahun ada 5 persen. Kasus paling tinggi ditemukan pada kelompok usia 25-49 tahun yang mencapai 63 persen.

Imran melanjutkan, terkait dengan kelompok populasinya, penderita sifilis paling banyak ditemukan pada laki-laki yang melakukan seks dengan laki-laki sebesar 28 persen, diikuti ibu hamil 27 persen, pasangan berisiko tinggi (risti) 9 persen, wanita pekerja seks (WPS) 9 persen, pelanggan pekerja seks (PPS) 4 persen, pengguna narkoba suntik (IDUs) 0,15 persen, transgender 3 persen, dan lain-lain 20 persen.

Ia menjelaskan, beberapa penyebab dari banyak kasus sifilis tersebut berhubungan erat dengan perilaku masyarakat yang gemar berhubungan seks secara berisiko tanpa menggunakan kondom. Selain itu, terdapat kelompok tertentu yang sering berganti pasangan seks, hingga pria yang berhubungan seks dengan sesama jenis.

Hal yang ditekankan Imran adalah kondisi di Indonesia memprihatinkan karena pada 2022, sebanyak 5.590 ibu hamil positif terkena sifilis, sedangkan yang sudah mendapatkan pengobatan berkisar 2.227 ibu.

Menurut dia, setiap pihak harus berhenti berprasangka buruk pada penderita sifilis sehingga penderita bisa segera diobati dan dicegah keparahannya. 

Hal itu karena sifilis berpotensi ditularkan dari ibu hamil ke anak yang dikandung dan membuka potensi bayi lahir cacat atau mengidap sifilis bawaan (sifilis kongenital). Guna mengatasi sifilis, Kemenkes mengaku berfokus pada penemuan kasus pada populasi rentan dan berisiko tinggi.(*)

Sumber: Republika | Lonjakan Sifilis Meluas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

#sifilis #homoseksual #hubungan seks sesama lelaki #lelaki seks lelaki (LSL) #Sistem Informasi HIV/AIDS (SIHA) #Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinkes DIY Setyarini Hestu Lestari #Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) #syphilis
Youtube Jejakfakta.com