Jejakfakta.com, TAKALAR -- Petani Polongbangkeng kembali menagih janji manis yang terus dilontarkan oleh Pj Bupati Takalar. Sejak 11 September hingga hari ini, tidak ada satupun hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor Bupati Takalar dilaksanakan.
Ratusan petani mendatangi dan memaksa masuk ke dalam Kantor Bupati Takalar, Rabu (6/11/2024). Aksi saling dorong dengan aparat keamanan tidak terhindarkan. Pagar utama rusak. Petani menilai Pemkab Takalar melanggengkan konflik petani dengan PTPN Takalar.
Berdasarkan hasil RDP, Pj Bupati Takalar wajib segera mungkin untuk membentuk Tim Penyelesaian Konflik melalui Gugus Tugas Reforma Agraria. Namun pasca RDP, hasil kesepakatan tidak pernah dilaksanakan.
Baca Juga : Warga Polombangkeng Diancam Sajam Saat Halau Aktivitas Ilegal PTPN XIV Takalar
Selama aksi protes berlangsung, Ikbal Batong selaku Asisten 1 Pj Bupati Takalar sempat menemui massa aksi.
“Kami telah melakukan koordinasi terkait gugus tugas, tapi belum pembentukan tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). Terkait penandatanganan surat himbauan agar PTPN tidak melakukan pengolahan lahan warga sebagaimana tuntutan warga, Pj Bupati menyampaikan pesan bahwa tidak dapat memenuhi atau tanda tangan karena harus dibicarakan bersama terlebih dahulu. Konflik seperti ini tidak bisa diselesaikan lewat telepon. Makanya kami menunggu Pj Bupati,” kata Ikbal.
Menanggapi pernyataan Ikbal Baton, Nurwahida APBH LBH Makassar, pendamping hukum warga menilai ketidakseriusan pemerintah dalam penyelesaian konflik agrarian di Takalar. Hal ini memperjelas bahwa saat ini HGU PTPN Takalar berada di atas wilayah konflik.
Baca Juga : Ratusan Warga Polongbangkeng Aksi Tolak Perpanjangan HGU PTPN XIV Takalar
“Belum selesai dengan hal tersebut, saat ini aparat kepolisian dan Brimob terus mengintimidasi masyarakat dengan kehadirannya di wilayah konflik. Sedangkan syarat perpanjangan atau pembaharuan HGU menurut Pasal 73 Permen Nomor 18 tahun 2021 mensyaratkan tanah tersebut tidak berada dalam sengketa, jika hal ini terjadi jelas aturan tersebut telah dikangkangi,” jelasnya.
Desakan petani dinilai menjadi satu hal yang krusial, kepastian akan dikembalikan tanah setidaknya menunjukkan satu hal yang positif bagi para Petani Polongbangkeng pasca 9 Juli 2024 yang di mana telah dinyatakan berakhirnya masa Hak Guna Usaha (HGU) yang dikantongi oleh PTPN Takalar.
“Kalau PTPN tidak mau berhenti mengelola lahan warga yang dikuasai PTPN, maka siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu di lapangan? Surat sudah di masukkan dua bulan lalu tapi sampai sekarang belum ada kejelasan padahal yang kami minta hanya PTPN berhenti mengolah lahan masyarakat yang ada patok di atas tanah,” ujar Zainal Dg. So’re.
Baca Juga : Konflik Panjang Antara Kaum Tani Bulukumba VS PT. Lonsum, Hingga Mediasi di Masjid Al Markaz Al Islami
Konflik petani dengan PTPN cenderung terlihat semakin meruncing. Fakta di lapangan menunjukkan betapa masifnya aktivitas ilegal yang dilakukan oleh PTPN Takalar yang kemudian dilindungi oleh aparat keamanan.
Hatia Dg. Enang, salah satu perempuan Petani Polongbangkeng Utara mengaku upaya menghadang itu terus dilakukan oleh aparat negara kepada para Petani Polongbangkeng.
“Waktu aksi pertama kami sudah memasukkan surat terkait penyelesaian konflik dan permintaan untuk tidak memperpanjang HGU tetapi asisten 1 menolak untuk tanda tangan, tetapi bupati menyampaikan tunggu dua hari karena saya tidak bisa menyelesaikan sendiri. Tapi sampai sekarang kami hanya di janji-janji kemudian karena tidak mendapat hasil, kami ke ATR/BPN dan surat yang kami ajukan ditandatangani," terangnya.
Baca Juga : Kembali Geruduk ATR/BPN Sulsel, GRAMT Minta Hentikan Proses Pembaruan HGU PT. London Sumatera Bulukumba
"ATR/BPN juga berjanji untuk turun ke lapangan bersama tim mengukur tanah masyarakat, tetapi pada saat tadi kami menemui ATR/BPN kami malah disuruh membuktikan bahwa tanah itu adalah tanah kami.”
Hatia menegaskan bahwa dengan berakhirnya HGU, sudah tidak ada lagi aktivitas yang dapat dilakukan. Seharusnya, PTPN menghormati hasil RDP yang telah dilaksanakan di Kantor Bupati Takalar. "Namun hasrat jahat serta pengabaian terhadap aturan terus dinampakkan oleh PTPN. Terakhir, aktivitas ilegal ini berlangsung pada 5 November yang dilakukan secara terang oleh perusahaan," jelasnya.
Warga Polongbangkeng mendesak Pj Bupati Takalar segera menunaikan janjinya untuk membentuk tim penyelesaian konflik agraria yang melibatkan warga.
Baca Juga : Kadisdik Setiawan Dilantik sebagai Pj Bupati Takalar
"Tanpa pelibatan warga dalam penyelesaian konflik hal ini akan membuat mekanisme penyelesaian tidak akan menyentuh akar persoalan dan memberikan keadilan untuk warga," terang Hatia.
"Aktivitas pengolahan dan pemupukan lahan ilegal yang dilakukan oleh PTPN juga mencederai rasa keadilan warga. Apalagi kehadiran pengolahan tersebut dikawal langsung oleh aparat keamanan TNI/POLRI termasuk BRIMOB bersenjata lengkap yang mengintimidasi warga."
Dalam aksi ini, petani Polongbangkeng juga menuntut keadilan kepada PjBupati Takalar untuk segera membentuk Tim Penyelesaian Konflik Agraria yang melibatkan warga.
"Meminta kepada pihak PTPN Takalar untuk menghentikan pengolahan tebu sebelum konflik diselesaikan dan menarik aparat keamanan TNI/POLRI termasuk BRIMOB di wilayah konflik dan menghormati hak warga yang memperjuangkan hak atas tanahnya," pungkasnya.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News