Jejakfakta.com, MAKASSAR – Puluhan warga Pinrang menyatakan penolakan tegas terhadap rencana tambang pasir di muara Sungai Saddang oleh PT Pinra Talabangi (PTB). Penolakan tersebut memuncak dengan aksi walk out dalam rapat koordinasi pemeriksaan substansi Formulir UKL-UPL (Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan) di Ruang Rapat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulawesi Selatan, Senin (13/1/2025).
Aksi walk out ini terjadi karena warga merasa tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat, sementara pimpinan rapat dinilai memihak pihak perusahaan.
“Kami keluar karena tidak ada ruang untuk suara kami. Pendamping kami pun tidak diberi kesempatan berbicara. Ini bukan forum yang adil,” tegas Ibu Raoda, seorang petani tambak yang khawatir kehilangan tanahnya jika tambang pasir disetujui.
Baca Juga : LBH Makassar Sebut PGRI, Polri, hingga SLB Laniang Tidak Berpihak pada Korban Kekerasan Seksual
Masalah pada Dokumen UKL-UPL
Rapat yang diawali dengan presentasi pihak perusahaan menuai kritik tajam. Koordinator Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) LBH Makassar, Hasbi Assidiq, menyoroti minimnya informasi terkait mekanisme operasional perusahaan, seperti pelabuhan tambang (jeti) dan tempat penyimpanan pasir (stockpile).
“Jika mekanisme operasional tidak dijelaskan secara detail, potensi dampak negatif menjadi sulit dikelola dan dipantau. Warga yang ingin menyampaikan kekhawatirannya, terutama petani tambak dan nelayan, malah tidak diberi ruang,” jelas Hasbi.
Baca Juga : Protes Mahasiswa Papua di Makassar Direspon dengan Tindakan Represif dan Kekuatan Berlebihan
Selain itu, dokumen perusahaan hanya mencantumkan 56 tanda tangan warga yang mendukung tambang, jauh lebih sedikit dibandingkan 527 warga Desa Baba Binanga yang menyatakan penolakan, berdasarkan data dari Sekretaris Desa.
“Yang mendukung itu banyak yang sudah tidak tinggal di kampung atau tidak punya tanah di sini lagi. Mereka tidak akan merasakan dampaknya,” ujar Ibu Yanka, petani tambak asal Desa Baba Binanga.
Ancaman Bencana di Wilayah Tambang
Baca Juga : Tuduhan Lakukan Perusakan Kampus FIB Unhas Tidak Terbukti, 32 Mahasiswa Dibebaskan
Sekretaris Camat Duampanua, Pinrang, menegaskan bahwa wilayah konsesi tambang PT PTB berada di daerah rawan bencana banjir dan erosi.
Berdasarkan data Geoportal ESDM, di Duampanua dan Cempa Pinrang terdapat 19 konsesi tambang pasir dengan luas total 371,82 hektar. Khusus di Desa Baba Binanga, terdapat empat konsesi tambang dengan luas 115,2 hektar.
“Ini adalah daerah rawan bencana tingkat tinggi. Aktivitas tambang bisa memperburuk kondisi lingkungan,” tegas Sekcam Duampanua.
Baca Juga : Siswi Disabilitas Tuli di SLB Makassar jadi Korban Kekerasan Seksual, Pelakunya Seorang Guru
Forum yang Dinilai Tidak Netral
Rapat koordinasi ini dipimpin oleh Andi Rosida, Kepala Bidang Penataan Lingkungan Hidup DLH Sulsel, dan dihadiri berbagai instansi terkait. Namun, warga merasa forum ini tidak memberi ruang yang adil bagi masyarakat terdampak untuk menyuarakan kekhawatiran mereka.
Dengan aksi walk out dan penolakan yang lantang dari warga Pinrang, keputusan terkait izin tambang ini menjadi sorotan, terutama menyangkut keberpihakan pada perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News