Jejakfakta.com, MAKASSAR – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan mengungkap hasil investigasi terbaru terkait kebocoran pipa minyak milik PT Vale Indonesia Tbk yang terjadi pada 23 Agustus 2025. Insiden itu diduga mencemari wilayah konservasi hingga merusak ekosistem dan mengganggu mata pencaharian warga di sekitar Danau Towuti.
Berdasarkan hasil investigasi lapangan, Walhi Sulsel menemukan bahwa kebocoran minyak jenis Marine Fuel Oil tersebut berdampak pada sedikitnya lima desa, yakni Desa Lioka, Langkae Raya, Baruga, Matompi, dan Timampu. Kebocoran yang disebabkan oleh pergeseran tanah itu menyebabkan aliran minyak masuk ke sungai dan berujung mencemari Danau Towuti.

“Makhluk hidup seperti ular, burung bangau, hingga ikan ditemukan mati pasca terkena bocoran minyak. Petani pun terpaksa menghentikan aktivitas mereka karena sawah dan kebun tercemar,” ujar Zulfaningsih HS, Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial WALHI Sulsel, dalam konferensi pers di Makassar, Jumat (24/10/2025).
Baca Juga : PLTS Hybrid Resmi Beroperasi di Samalona, Warga Kini Nikmati Listrik Sepanjang Hari
Kerugian Warga Mencapai Puluhan Juta Rupiah
Dalam kajian lapangan di Desa Lioka, WALHI menghitung kerugian ekonomi masyarakat mencapai Rp42 juta per orang per musim panen, atau sekitar Rp84 juta per tahun. Sementara di Desa Timampu, kompensasi yang dijanjikan PT Vale dinilai terlalu rendah.
“Perusahaan menawarkan Rp7.000 per kilogram gabah untuk dua musim tanam, namun nilai itu jauh dari kerugian ekonomi dan sosial-ekologis yang diderita petani,” jelas Zulfaningsih.
Baca Juga : Wali Kota Munafri Hadiri Pembukaan Festival Phinisi 2025 di Bulukumba
Walhi menilai kebocoran minyak ini bukan semata persoalan teknis, melainkan bukti lemahnya pengawasan lingkungan dan kurangnya transparansi dari pihak perusahaan serta pemerintah.
Direktur Walhi Sulsel, Muhammad Al Amin, menegaskan PT Vale harus bertanggung jawab penuh, membuka informasi publik tentang pengelolaan limbah smelter nikel, serta mengevaluasi jajaran direksi yang lalai dalam mitigasi risiko lingkungan.
“Kami meminta Vale memulihkan sungai, irigasi, dan Danau Towuti yang tercemar minyak. Tidak ada alasan untuk melindungi personel yang gagal melakukan mitigasi,” tegas Amin.
Baca Juga : Dua Bulan Berlalu, Korban Kebocoran Minyak PT Vale Belum Terima Ganti Rugi
Irigasi persawahan warga yang tercemar akibat bocoran minyak PT. Vale. @Jejakfakta/Istimewa
Desakan Penegakan Hukum
Amin juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta aparat penegak hukum untuk turun langsung menyelidiki insiden ini, terutama karena pencemaran diduga telah menjalar ke wilayah konservasi.
Baca Juga : Aliyah Mustika Ilham Apresiasi ASITA Pilih Makassar Sebagai Tuan Rumah Rakernas 2026
“Kami ingin melihat taji penegak hukum. Harus ada penyelidikan transparan untuk menemukan pihak yang paling bertanggung jawab atas kebocoran ini,” katanya.
Sementara itu, Head of External Relations PT Vale Indonesia Tbk, Endra Kusuma, menyatakan penanganan pascakejadian telah menunjukkan kemajuan signifikan. Dari 11 titik terdampak, enam di antaranya telah dinyatakan bersih secara visual.
“Sejak awal kami memprioritaskan keselamatan masyarakat dan kondisi lingkungan. Kami bekerja sama dengan pemerintah daerah dan laboratorium independen untuk memantau kualitas air dan tanah,” kata Endra dalam keterangan tertulisnya.
Baca Juga : Syariah First, UMKM Kuat: Komitmen Bank Sulselbar di Akad Massal KUR 2025
Endra juga menyebut, beberapa titik seperti di Desa Lioka sudah tidak memerlukan pembersihan lanjutan sejak pertengahan September karena kondisi air kembali jernih. PT Vale berkomitmen mempublikasikan hasil uji kualitas secara bertahap dan transparan.
Pada 19 Oktober 2025, Menteri Lingkungan Hidup memimpin rapat evaluasi penanganan kasus di Depok. Dalam pertemuan itu, PT Vale melaporkan progres pemulihan dan menyatakan siap menindaklanjuti arahan regulator untuk memastikan pemulihan lingkungan berjalan sesuai standar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




