Ahad, 20 Oktober 2024 20:07

Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Subianto Revisi Perpres 112/2022

Editor : Redaksi
Penulis : Samsir
Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi (SULOSI) Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, merevisi Perpres 112/2022, saat melakukan aksi di Pantai Losari, Jl Penghibur, Minggu (20/10/2024). @Jejakfakta/Istimewa
Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi (SULOSI) Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, merevisi Perpres 112/2022, saat melakukan aksi di Pantai Losari, Jl Penghibur, Minggu (20/10/2024). @Jejakfakta/Istimewa

Koalisi juuga minta hentikan solusi palsu transisi energi, dan segera wujudkan RUU keadilan iklim.

Jejakfakta.com, MAKASSAR -- Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi (SULOSI) Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, merevisi Perpres 112/2022 sebagai wujud keberpihakan pada masyarakat dan lingkungan hidup.

Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Sulsel ini, terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel, Greenpeace, Green Youth Movement, MPA TRISULA FIS-H UNM, HIMA PPKn FIS-H UNM, HMJ Manajemen UINAM, HIMATEP FIP UNM dan Balla Tani.

Tim Kampanye Walhi Sulsel, Muhajirin, mengatakan, banyaknya dampak buruk yang terjadi beberapa tahun terakhir, seperti dalam laporan Walhi Sulawesi Tengah (Sulteng) pada 2023, disebutkan 1.750 orang terkena ISPA di Kecamatan Petasia, Morowali Utara. Begitu pun, di Sulawesi Tenggara (Sultra) disebutkan ikan petani tambak mati mendadak karena limbah cair panas PLTU Industri.

Baca Juga : Walhi Sulsel Bantah Klaim PT Vale Jalankan Green Mining di Sulawesi

“Masalah itulah yang kemudian membuat kami bergerak dan meminta agar PLTU Industri harus segera dimatikan,” katanya saat melakukan aksi di Pantai Losari, Jl Penghibur, Minggu (20/10/2024).

Sekedar diketahui, sejak awal 1990-an, bisnis batubara di Indonesia terus melesat. Bahkan pada 2023, produksi batubara mencapai 775.182 ton rekor tertinggi dalam sejarah.

Dicatatkan, hingga 1 November 2023, ada 948 perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), di mana 890, diantaranya telah disetujui RKAB. Dan meski sedang berusaha melakukan transisi energi dan mengurangi penggunaan batubara yang ditegaskan oleh paket senilai US$20 miliar dalam paket Just Energy Transition Partnership (JETP), Indonesia masih memiliki catatan buruk, sebab masih berupaya menyelamatkan pasar batubara dengan membangun beberapa fasilitas pembangkit listrik tenaga batu bara baru untuk keperluan industri hilir nikel (PLTU Captive).

Baca Juga : Walhi Sulsel Nilai Visi Misi Dua Cagub Sulsel Minim Konsep Perlindungan Lingkungan

“Dan parahnya, alih-alih menghentikan penggunaan batubara, justru di masa pemerintahan Joko Widodo malah mengeluarkan Perpres No.112/2022 untuk memperpanjang usia batu bara di sektor industri, yang seharusnya mendorong pengembangan energi terbarukan, namun malah masih memberikan celah bagi beroperasinya PLTU berbasis batu bara melalui Pasal 3 Ayat 4 huruf (b), padahal kebijakan ini bertentangan dengan target Net Zero Emission 2060,” kata Hajir.

Tak hanya itu, kata Hajir, 4 provinsi, yakni Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan saja sudah memiliki 11,8 GW, lebih dari 3/4 dari total kapasitas PLTU captive yang sudah beroperasi, dimana mayoritasnya didedikasikan untuk industri nikel.

"Dengan begitu, secara keseluruhan PLTU captive di 4 provinsi tersebut kini mencapai 88 unit dengan total kapasitas 17,6 GW, tahap operasional sebanyak 69 unit dengan total kapasitas 11,8 GW, konstruksi 18 unit dengan total kapasitas 5,4 GW dan pra izin 1 unit sebesar 0,4 GW," katanya.

Baca Juga : Pemkab Pangkep Raih Penghargaan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Dari proyek-proyek ini, menurut Hajir,  diperkirakan menghasilkan emisi 80 mt CO2 per tahun dan akan terakumulasi sebesar 2 Gt CO2 hingga 2050 dan akan terus meningkat jika tidak ada tindakan serius dari pemerintah.

"Apalagi disebutkan dalam data analisis CELIOS dan CREA, bahwa polusi dari PLTU industri ini diperkirakan menyebabkan 3.800 kematian per tahun, dengan beban ekonomi mencapai Rp41 triliun per tahun," jelasnya.

Dengan melihat segala mudharat yang dibawanya, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Sulsel menuntut kepada pemerintahan baru untuk merevisi Perpres No.112/2022, khususnya Pasal 3 Ayat 4 huruf (b) untuk melarang pembangunan PLTU baru, dan menghentikan PLTU industri yang sedang beroperasi dan sedang tahap pembangunan, serta moratorium seluruh izin PLTU berbasis batu bara.

Baca Juga : Andi Arwin Azis Tekankan Pentingnya Peran Pemuda Menuju Indonesia Emas 2045

"Kami juga meminta Presiden Indonesia, Prabowo Subianto untuk mengambil langkah tidak tunduk kepada oligarki batu bara dan segera meninggalkan penggunaan batu bara di sektor industri, serta memulihkan hak lingkungan dan kesehatan bagi masyarakat terdampak, juga menghentikan solusi palsu transisi energi, dan segera wujudkan RUU keadilan iklim,” kata Hajir.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

#Sulawesi Tanpa Polusi #solusi palsu transisi energi #Lingkungan HIdup #Walhi Sulsel
Youtube Jejakfakta.com