Jejakfakta.com, MAKASSAR -- Universitas Hasanuddin Makassar kembali menjadi sorotan publik. Hal itu setelah terjadi kasus dugaan kekerasan seksual dan pemecatan atau drop out (DO) terhadap salah satu mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) hingga penangkapan sejumlah mahasiswa.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, polemik ini muncul setelah salah satu mahasiswi diduga mendapat kekerasan seksual oleh seorang dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) berinisial FS.
Lalu, berselang beberapa hari, muncul isu pemecatan atau drop out (DO) terhadap mahasiswa FIB bernama Alief Gufran yang terlibat demo kasus kekerasan seksual.
Baca Juga : Tuduhan Lakukan Perusakan Kampus FIB Unhas Tidak Terbukti, 32 Mahasiswa Dibebaskan
Lalu seperti apa perjalanan kasus tersebut?
Dalam kasus yang menimpa mahasiswi FIB Unhas tersebut, ia diduga mendapat pelecehan seksual oleh FS. Kejadian itu terjadi saat korban tengah melakukan bimbingan skripsi.
Pihak Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Hasanuddin yang mendapat laporan tersebut, kemudian menjatuhkan sanksi terhadap FS yang dinilai terbukti melakukan pelecehan seksual.
Baca Juga : Usai Liput Unjuk Rasa Kasus Kekerasan Seksual, Lima Jurnalis LPM Catatan Kaki Unhas Ditangkap Polisi
Mahasiswa yang keberatan atas tindakan pelaku melakukan unjuk rasa di dalam kampus. Dan FS sendiri dijatuhi sanksi non-aktif dari kegiatan akademik selama kurang lebih 3 semester dan pemberhentian dari jabatan Ketua Gugus Penjaminan Mutu.
Sementara itu, kasus yang menimpa Alif Gufran viral setelah diisukan bahwa pemberhentian atau drop out sebagai mahasiswa atas aksi solidaritas kekerasan seksual yang terjadi di Kampus Unhas beberapa terakhir.
Dan pemecatan terhadap Alief Gufran berdasarkan keputusan Rektor Unhas bernomor 4472/UN4.9.1/KP.08.03/2024 tanggal 20 November 2024 perihal Rekomendasi MKEM Fakultas Ilmu Budaya Unhas. Lalu, SK keputusan ditandatangani Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa itu pada 22 November 2024 lalu.
Baca Juga : Kasus Pelecehan Seksual di Unhas, Satgas PPKS Usulkan Pemecatan FS
Salah satu dalam putusan tersebut menyebutkan bahwa Alief Gufran terbukti melakukan pelanggaran terhadap Ketentuan Tata Tertib Kehidupan Kampus dan Kode Etik Mahasiswa yang mengakibatkan pencemaran nama baik institusi Unhas.
Kabah Humas Unhas, Ahmad Bahar, mengkonfirmasi pemecatan Alief Gufran sebagai mahasiswa Unhas. Iapun membantah isu keterkaitan demo yang dilakukan Alief dengan pemecatan yang dikeluarkan kampus.
Kata dia, kasus yang menjerat Alief Gufran telah lebih duluan berproses dibanding aksi demo yang dilakukannya.
Baca Juga : Polisi Tangkap Pria Lansia Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Bocah di Maros
"Tidak ada kaitannya DO dengan aksi demonstrasi. Sejak Oktober sudah berproses kasusnya di Komdis," jelas Ahmad Bahar saat menggelar konfrensi pers, Kamis (28/11/2024) malam.
Puncaknya, sekitar dua jam sebelum pukul 24.00 Wita, Kamis 29 November 2024, terjadi perusakkan terhadap sejumlah fasilitas kampus oleh seseorang tak dikenal.
Atau tak lama setelah pihak kampus melakukan Konferensi pers dan mahasiswa yang semula sejak sore melakukan mimbar bebas atas respon kekerasan seksual yang terjadi di lingkup kampus.
Kepolisian yang mendapat laporan dari pihak kampus, langsung mendatangi sejumlah wilayah di dalam kampus dan melakukan penangkapan terhadap sejumlah mahasiswa. Alhasil, ada beberapa mahasiswa yang dibawah ke Polrestabes Makassar untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
Respon Anggota DPR RI dan Aktivis
Anggota DPR RI, Rudianto Lallo, turut menanggapi kasus yang menimpa kampus ternama Indonesia Timur tersebut. Rudi menyayangkan langkah yang ditempuh pihak kampus dalam menangani perkara internal.
Menurutnya, dalam kasus kekerasan seksual seharusnya yang mendapat sanksi tegas adalah pelaku itu sendiri.
"Kalau soal kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan ini, modus-modus menyimpang pelaku oknum dosen ini ya harus langkah tegas. Justru yang itu harus ditegasi," ujar RL yang juga merupakan Ketua Ikatan Alumni (IKA) Unhas Makassar, Jumat (29/11/2024).
Lebih jauh, menurutnya pihak kampus harus bisa mempertimbangkan lebih matang sebelum memutuskan dalam memberikan hukuman. Misalnya, oknum FS yang dinilai telah terbukti melakukan dugaan pelecehan seksual sehingga harus diberikan sanksi tegas.
Bukan malah mahasiswa yang diberikan sanksi tegas bila hanya sekedar melakukan kritikan terhadap kampus.
"Oknum dosen yang bisa mencederai atau mencoreng institusi pendidikan, justru itu yang harusnya disanksi tegas," ujarnya.
"Jangan malah mahasiswa yang hanya menyampaikan himbauan moral, Justru itu yang disikapi tegas. Kan kebalik-balik. Tidak benar itu," tambahnya.
Direktur Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (LAPAR) Sulawesi Selatan, Iqbal Arsyad, turut menyayangkan apa yang terjadi di dalam kampus Universitas Hasanuddin Makassar.
"Sangat kampungan. Di era reformasi masih ada kampus seperti ini, itu sangat memilukan,” tegas Iqbal dikutip dari TribunTimur.com.(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News