Mustakim, 36 tahun, salah satu peternak ayam milenial yang ada di Sulawesi Selatan. Siang itu, menunjukkan enam kandang ayam close house farm miliknya. Ada yang hanya satu lantai, ada juga yang berlantai dua.
Di dalamnya tentu dipenuhi ayam broiler. Ratusan ayam dalam kandang itu benar-benar tertutup, tapi saat masuk dalam kandang, tidak ada kesan pengap atau gerah. Bahkan di siang yang terik itu, hawa dalam kandang terasa jauh lebih sejuk.
Sebelum Mustakim menunjukkan konsep kandang ayamnya, sebuah truk datang, menimbang, lalu mengangkut ratusan ekor ayam pedaging dari kandang tertutup terpal berwarna biru, di Desa Belapunranga, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, miliknya.
Baca Juga : Resmikan RPH di Gowa, Mentan SYL: Bisa Menunjang Kebutuhan Daging Sapi di Sulsel
Kandang ayam yang tersebut, tidak seperti kandang pada umumnya. Kandang tersebut benar-benar tertutup rapat, agar udara di dalamnya terjaga. Karena memang, konsepnya adalah close house farm. Konsep peternakan modern, yang dibuat agar semua bagian kandang tertutup.
Interior kandang didesain layaknya sebuah lorong udara dengan kemampuan pengendalian temperatur. Pada satu sisi dinding, sistem udara menyemburkan oksigen segar ke seisi ruangan, lalu pada sisi berlawanan terdapat ventilasi berupa kipas-kipas untuk menyedot udara kotor keluar.
Mustakim lalu bercerita, enam kandang miliknya, berada pada tiga lokasi peternakan yang jaraknya tidak terlalu berjauhan, dengan kapasitas 160 ribu ekor dalam sekali masa panen. Padahal dia baru merintis ternak ayamnya pada 2019.
Baca Juga : Ajarkan Nilai Tolong Menolong, Gubernur Andi Sudirman Bantu Seorang Ibu Perbaiki Ban Mobil Bocor
Berjalan dua setengah tahun, Mustakim kini mempekerjakan hampir 40 orang. Pendapatan dari peternakan ayam broiler antara Rp4.500 hingga Rp7 ribu per ekor itu sudah mampu menggaji dan operasional kandang.
"Untuk mendapatkan laba bersih, nilainya dikurangi biaya operasional Rp1.500 per ekor. Itu untuk gaji karyawan, pembelian sekam, dan pengeluaran lainnya. Dengan kapasitas kandang 160 ribu ekor. Soal untung, semua tergantung dari manajemen kita di kandang. Kembali lagi ke manajemen. Kalau kurang bagus, tetap saja tidak bisa,” urai Mustakim.
Satu kandang ayam, seluas 12x84 meter persegi, disuplai listrik 16.500 VA (Volt Ampere). Itu menghabiskan biaya Rp6 juta hingga Rp8 juta per bulan.
Baca Juga : Telah Berkontrak, Jalan Provinsi Ruas Impa-Impa - Anabanua di Wajo Segera Dikerjakan
"Ini sudah sangat efisien, setelah menggunakan listrik dari PLN, karena itu sangat menunjang aktivitas kandang dengan konsep close house farm," ungkap Mustakim.
Sebelumnya, kandang miliknya, masih menggunakan tenaga genset, yang membutuhkan empat liter solar per jam agar sistem kelistrikan kandang terus beroperasi.
"Berarti dalam sehari atau 24 jam perlu 100 liter solar industri yang bernilai Rp1,2 juta. Dikali sebulan, berarti butuh Rp36 juta per satu kandang. Secara efisiensi, memang lebih efisien menggunakan tenaga listrik. Pengeluaran lebih hemat tiga kali lipat,” kata Mustakim.
Baca Juga : Jambore Penyuluh Pertanian, Gubernur Andi Sudirman Bersama Warga Serentak Seruput 1000 Gelas Kopi
Menurutnya, kandang tertutup menjamin keamanan ayam dari kontak dengan organisme lain sehingga tidak rentan stres. Konsep itu menekan kematian dan mempercepat pertumbuhan ayam, yang berujung pada meningkatnya produktivitas peternakan.
Mustakim menyebut setidaknya ada empat struktur utama pada sistem closed house, yaitu heater dan cooling pad sebagai pengatur suhu udara masuk, blower untuk sirkulasi udara keluar, serta jaringan listrik untuk mengoperasikan sistem udara.
“Pada close house farm, jantungnya adalah listrik. Ketika listrik tidak ada, maka selesai. Jadi kita sangat tergantung pada pasokan listrik dari PLN,” sebut Mustakim.
Baca Juga : Pengeroyokan Sadis di Gowa, Seorang Pria Meninggal Akibat Luka Bacok
Sistem close house farm juga disebut mampu meningkatkan produktivitas peternakan. Seperti yang dirasakan Mustakim. Pada peternakan modern cuma butuh waktu 21 hingga 23 hari untuk panen dengan bobot ayam 1,2 kilogram. Dibandingkan dengan kandang konvensional, rata-rata masa panen mencapai 27 sampai 30 hari.
“Untuk mencapai bobot 3 kilogram, 35-36 hari kita sudah dapat. Sedangkan teman open house, untuk capai bobot itu bisa saja sampai 45 hari. Perbedaannya selisih 10 hari,” tukas Mustakim. (**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News