Jejakfakta.com, MAKASSAR – Kasus ribuan siswa SMP di Makassar yang belum terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik) kini menjadi sorotan serius DPRD Makassar.
Ketua Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) DPRD Makassar, Ari Ashari Ilham, menyatakan bahwa masalah ini mencerminkan kelalaian Dinas Pendidikan (Disdik) Makassar dalam menjalankan tugasnya.
Ari sangat menyayangkan status siswa yang tidak terdaftar di Dapodik, yang dapat berdampak fatal, termasuk ketidakmampuan mereka untuk memperoleh ijazah.
Baca Juga : DPRD Makassar Sidak Gudang Plastik di Cakalang, Temukan Indikasi Pelanggaran Izin
Untuk itu, Komisi D DPRD Makassar telah menjadwalkan pemanggilan terhadap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar guna meminta penjelasan. Pemanggilan ini dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 22 Januari 2025, di kantor DPRD Makassar, Jalan AP Pettarani, untuk mendapatkan klarifikasi serta solusi terkait masalah tersebut.
Ari menegaskan bahwa ini adalah bentuk kelalaian pemerintah daerah, khususnya Disdik, dalam memastikan setiap siswa terdaftar.
"Jika siswa tidak tercatat dalam Dapodik, mereka dianggap ilegal dan tidak akan menerima ijazah. Ini adalah tanggung jawab pemerintah," tegas Ari, Jumat (17/1/2025).
Baca Juga : Rakersus Pemkot Makassar di Bali Disorot, Tri Sulkarnain Sebut Pemborosan Anggaran
Masalah ini mencuat setelah Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, mengungkapkan bahwa terdapat 1.323 siswa yang belum terdaftar di Dapodik. "Kami akan meminta klarifikasi dari Kadis Pendidikan untuk mengetahui penyebab dan mencari solusi atas permasalahan ini," ujar Ari.
Selain itu, DPRD Makassar juga berencana melakukan inventarisasi data untuk mengidentifikasi sekolah-sekolah yang siswanya belum terdaftar.
Ari juga menekankan perlunya pengawasan ketat dalam sistem penerimaan siswa, khususnya untuk jalur zonasi dan afirmasi, yang sering menjadi sumber masalah.
Baca Juga : Appi-Aliyah Segera Dilantik, Fraksi Mulia DPRD Makassar Desak Danny Pomanto Bertemu Tim Transisi
"Pemkot harus segera mencari solusi agar tidak ada lagi siswa yang menjadi korban sistem. Ini menyangkut masa depan mereka," tambahnya.
DPRD Makassar mengingatkan bahwa jika masalah ini tidak segera diselesaikan, maka kinerja Dinas Pendidikan akan dievaluasi secara menyeluruh.
Laporan Kepala Sekolah Menjadi Awal Terungkapnya Kasus
Baca Juga : Dugaan Pungli di TPU Makassar, DPRD Desak Pemerintah Bertindak Cepat
Masalah ini pertama kali mencuat setelah seorang kepala sekolah yang akan pensiun melaporkan adanya sekitar 2.000 siswa ilegal. Setelah dilakukan verifikasi, jumlah tersebut berkurang menjadi 1.323 siswa yang ternyata tidak terdaftar di Dapodik akibat kebijakan jalur penerimaan yang tidak sesuai prosedur.
Wali Kota Makassar, Danny Pomanto, menyatakan bahwa kebijakan jalur penerimaan yang disebut "solusi" ini tidak mengikuti prosedur yang tepat. "Ini adalah kesalahan besar yang harus segera diselesaikan. Siswa-siswa ini tidak terdaftar di Dapodik karena jalur penerimaan yang tidak melalui prosedur yang benar," ungkap Danny, Kamis (16/1/2025).
Menurut Danny, masalah ini muncul akibat penerapan sistem zonasi dan afirmasi pada penerimaan siswa baru. Banyak siswa yang tidak diterima di sekolah favorit melalui jalur resmi akhirnya dimasukkan melalui jalur khusus yang tidak terintegrasi dengan Dapodik.
Baca Juga : DPRD Makassar Siap Kawal Aspirasi Seniman Hingga ke Balai Kota
"Di sekolah favorit sudah penuh, dan beberapa siswa dimasukkan melalui jalur khusus. Akibatnya, mereka tidak tercatat dalam sistem pusat," jelas Danny.
Pemkot Makassar telah memerintahkan Plt Kepala Dinas Pendidikan untuk segera berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan guna memastikan semua siswa terdaftar dalam Dapodik dan dapat menerima ijazah.
“Tidak ada alasan siswa-siswa ini tidak terdaftar. Kami sudah menyelesaikannya, dan 1.323 siswa tersebut kini sudah terdaftar,” tegas Danny. Namun, ia menambahkan bahwa penyelidikan lebih lanjut akan tetap dilakukan.
Selain itu, Danny juga mencurigai adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam penerimaan siswa baru, terutama di sekolah-sekolah favorit. "Kami menduga ada praktik jual beli kursi yang harus diusut tuntas, karena ini menyangkut keadilan dalam pendidikan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News